Ambang Batas Presiden Open Legal Policy, Perlu Revisi UU Pemilu

Ambang Batas Presiden Open Legal Policy, Perlu Revisi UU Pemilu

Menurut Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, ambang batas 20 persen untuk calon presiden yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu merupakan kebijakan hukum terbuka yang berada di bawah yurisdiksi para pembuat undang-undang. Hal ini disampaikan sebagai tanggapan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan klausul ambang batas presiden sebagai tidak konstitusional.

Jazilul menyatakan bahwa perubahan terhadap ambang batas presiden harus dilakukan melalui revisi undang-undang oleh DPR. Pandangan ini disampaikan ketika ditanya mengenai keputusan MK pada Jumat (3/1).

“Pasal ini merupakan bagian dari kebijakan hukum terbuka, yang berarti tanggung jawab DPR dan pemerintah untuk merevisi norma-norma dalam Undang-Undang Pemilu,” ujar Jazilul dalam percakapan telepon.

Jazilul menyebut keputusan MK untuk menghapus aturan ini sebagai hadiah tahun baru yang tepat. Dia mengakui bahwa putusan tersebut telah memicu debat dan kontroversi.

PKB berencana untuk mempertimbangkan dengan hati-hati implikasi dari putusan ini dan akan memutuskan langkah yang tepat, sambil memantau perkembangan di DPR dan pemerintah, yang bertanggung jawab dalam menyusun legislasi.

“Kami akan merumuskan strategi kami sambil menunggu perkembangan dari lembaga legislatif menyusul keputusan MK. Hal ini akan berdampak pada revisi Undang-Undang Pemilu saat ini,” tutup Jazilul.

Indrajaya, anggota DPR dari fraksi PKB, mengusulkan bahwa proses pendaftaran partai politik sebaiknya diperketat. Dia menekankan pentingnya membatasi jumlah calon presiden.

Indrajaya mengusulkan bahwa pembatasan dapat dilakukan melalui revisi undang-undang pemilu, yang menetapkan bahwa hanya partai-partai yang telah mendapatkan kursi di parlemen yang boleh mencalonkan presiden.

“Kita juga bisa mempertimbangkan konvensi internal di antara partai-partai atau menetapkan batas pada pemilihan presiden, mirip dengan sistem satu atau dua putaran yang digunakan dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta,” tambahnya.

Putusan MK untuk menghapus ambang batas presiden diadukan dalam perkara nomor 62/PUU-XXII/2024, diumumkan dalam sidang pengadilan pada Kamis (2/1).

Mahkamah memberikan petisi yang diajukan oleh empat mahasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna.

Sebagai hasil dari putusan ini, setiap partai politik sekarang diperbolehkan untuk mencalonkan kandidat presiden dan wakil presiden mereka sendiri.

Namun, untuk menghindari jumlah calon presiden yang berlebihan, MK merekomendasikan pengaturan konstitusi, termasuk mendorong partai-partai untuk membentuk koalisi, asalkan koalisi tersebut tidak mendominasi proses pemilu.

(thr/kid)

[Sumber: anomsuryaputra.id]