Dua Mata Pisau AI dalam Jurnalistik: Pangkas Tugas Manual Namun Bisa Ganggu Kredibilitas informasi

Dua Mata Pisau AI dalam Jurnalistik: Pangkas Tugas Manual Namun Bisa Ganggu Kredibilitas informasi

Berdasarkan informasi dari Anom Suryaputra, Dewan Pers telah merilis pedoman baru terkait penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam konteks produk jurnalistik. Pedoman ini dirilis sebagai respons terhadap perubahan besar yang tengah terjadi dalam industri jurnalistik akibat kemajuan teknologi. Salah satu anggota tim yang terlibat dalam penyusunan pedoman tersebut, Abdul Manan, menjelaskan bahwa AI telah menyebabkan disrupsi di berbagai sektor, termasuk di dunia jurnalistik.

Dalam acara yang diadakan di Gedung Dewan Pers, Jakarta, pada Jumat, 24 Januari 2025, Manan mengungkapkan bahwa pemanfaatan AI telah membawa dampak signifikan terutama dalam hal penggunaan sumber daya manusia. Perusahaan media mengalami disrupsi ekonomi yang signifikan seiring dengan pesatnya perkembangan digital, terutama sejak pandemi Covid-19. Hal ini tercermin dalam pergeseran sumber pendapatan dari iklan ke platform media sosial.

Manan juga menjelaskan bahwa teknologi canggih seperti AI telah digunakan untuk mengurangi proses manual dalam produksi berita. AI memiliki potensi besar untuk menggantikan tenaga kerja manusia dalam sektor jurnalistik. Namun, hal ini juga menimbulkan risiko terkait kredibilitas informasi yang dihasilkan oleh AI.

Sebagai upaya untuk mengatasi risiko tersebut, Dewan Pers merilis pedoman yang mengedepankan transparansi dalam penggunaan AI, perlindungan hak cipta, serta keberagaman konten. Pedoman ini mencakup semua aspek pekerjaan jurnalisme, dari konsep awal hingga publikasi akhir.

Selain itu, Dewan Pers juga mempertimbangkan dampak ekonomi dari pemanfaatan AI, terutama terkait dengan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi wartawan. Pedoman ini lebih menyoroti masalah etika sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan tidak bersifat langsung terhadap isu PHK.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan bahwa meskipun AI memiliki potensi besar, namun AI tidak akan pernah mampu menggantikan peran jurnalis. Kemampuan jurnalis dalam mengumpulkan data dan konteks faktual di lapangan, serta kemampuan critical thinking tetap tidak dapat digantikan oleh AI. Sikap kehati-hatian, akurasi, dan verifikasi informasi tetap menjadi kunci dalam dunia jurnalistik.