Pakar Sebut Revisi UU Pemilu Harus Berpedeoman ke Putusan MK yang Hapus Presidential Threshold

Pakar Sebut Revisi UU Pemilu Harus Berpedeoman ke Putusan MK yang Hapus Presidential Threshold

Seorang pengajar hukum pemilu di Universitas Indonesia, Titi Angraini, menekankan pentingnya revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang berlandaskan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden, atau yang dikenal dengan istilah presidential threshold.

Informasi terbaru mengungkapkan bahwa revisi UU Pemilu telah dimasukkan dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2025 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI).

Mengomentari hal ini, Titi mengatakan, “Keputusan yang diambil hari ini wajib menjadi acuan bagi para pembentuk undang-undang, presiden, serta DPR.”

Ia juga menegaskan bahwa pemerintah dan DPR seharusnya tidak mencoba untuk menyimpang dari putusan tersebut.

Titi memperingatkan bahwa masyarakat akan memberikan reaksi yang kuat jika DPR mencoba mengubah putusan MK, seperti yang terjadi pada revisi UU Pilkada yang tidak sesuai dengan keputusan MK sebelumnya.

Lebih lanjut, ia berharap agar Presiden Prabowo Subianto dapat menjaga dan mengawal dengan baik putusan MK ini.

Titi juga menjelaskan bahwa putusan MK yang dibacakan hari ini bersifat erga omnes, yang berlaku untuk semua dan mulai berlaku segera setelah diumumkan, kecuali dinyatakan lain dalam putusan tersebut.

Menurut Titi, “Putusan ini langsung berlaku. Tidak ada ruang untuk debat bahwa putusan ini tidak akan diberlakukan pada 2029.”

Berita sebelumnya menyebutkan bahwa MK memberikan lima poin pedoman terkait rekayasa konstitusi setelah menghapus presidential threshold dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menambahkan bahwa pedoman ini penting untuk dipertimbangkan oleh para pembentuk undang-undang dalam merevisi UU Pemilu dengan tujuan untuk mencegah terlalu banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Oleh karena itu, ia menekankan perlunya melakukan rekayasa konstitusi dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang ada.

Berikut adalah lima poin pedoman dari Mahkamah Konstitusi terkait pencalonan presiden setelah dihapuskannya presidential threshold:

  1. Seluruh partai politik yang ikut serta dalam pemilu berhak untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
  2. Usulan pasangan capres-cawapres oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak lagi didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
  3. Dalam mengusulkan pasangan capres-cawapres, parpol peserta pemilu dapat bekerja sama, asalkan kolaborasi tersebut tidak menyebabkan dominasi yang mengakibatkan terbatasnya pilihan calon dan pilihan pemilih.
  4. Partai politik yang tidak mengusulkan pasangan capres-cawapres akan dikenakan sanksi berupa larangan untuk mengikuti pemilu pada periode berikutnya.
  5. Perumusan rekayasa konstitusi yang dimaksud termasuk perubahan UU Pemilu harus melibatkan partisipasi dari semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap penyelenggaraan pemilu, termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan mengedepankan prinsip partisipasi publik yang bermakna.

Ikuti berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran favorit Anda untuk akses berita Kompas.com melalui WhatsApp Channel: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Sumber: anomsuryaputra.id