PSI Kritik Keras Pergub Jakarta Bolehkan ASN Poligami

PSI Kritik Keras Pergub Jakarta Bolehkan ASN Poligami

Seorang anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi PSI, Elva Farhi Qolbina, mengeluarkan kritik terhadap Peraturan Gubernur (Pergub) yang memperbolehkan pegawai negeri sipil (ASN) untuk melakukan poligami.

Elva mempertanyakan pernyataan yang dibuat oleh Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, yang menunjukkan bahwa Pergub Nomor 2 tahun 2025 bertujuan untuk melindungi keluarga ASN.

“Mengapa Pj Teguh menggunakan ini sebagai sarana untuk melindungi keluarga? Ada banyak opsi lain yang lebih efektif untuk mencapai tujuan tersebut,” ujar Elva dalam pernyataannya pada hari Minggu (18 Januari).

Elva meyakini bahwa pendekatan ini keliru dan menegaskan bahwa cara yang tepat untuk melindungi keluarga adalah dengan merevisi Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2011 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, yang menurutnya sudah ketinggalan zaman.

Peraturan ini dianggap tidak cukup untuk melindungi perempuan secara memadai, terutama yang rentan terhadap kekerasan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Elva juga mencatat bahwa peraturan ini tidak mencakup ketentuan dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Kekerasan Seksual. Elva berpendapat bahwa Undang-Undang Tindak Kekerasan Seksual mencakup berbagai aspek, termasuk pelecehan seksual non-fisik, pernikahan paksa, dan kekerasan seksual elektronik.

“Daripada mendukung peraturan yang memperbolehkan poligami, Pj Teguh dan pemerintah provinsi DKI Jakarta seharusnya mengintegrasikan Undang-Undang Tindak Kekerasan Seksual ke dalam peraturan daerah untuk memperkuat perlindungan bagi perempuan dan anak-anak,” tegasnya.

Belakangan ini, telah terjadi protes publik menyusul penerbitan peraturan oleh Penjabat Gubernur Teguh Setyabudi yang mengatur mekanisme bagi ASN untuk melakukan poligami.

Peraturan ini dijelaskan dalam Peraturan Gubernur Nomor 2 tahun 2025 tentang Prosedur Pemberian Izin Pernikahan dan Perceraian.

Menurut peraturan ini, para ASN pria diizinkan untuk melakukan poligami, asalkan mereka mendapatkan persetujuan dari istri mereka saat ini dan persetujuan dari pihak berwenang sebelum menikah.

Alasan mendasar yang memperbolehkan ASN untuk melakukan poligami termasuk situasi di mana seorang istri tidak mampu memenuhi kewajibannya, menderita cacat atau penyakit permanen, atau tidak mampu memiliki anak setelah sepuluh tahun menikah.

Menanggapi reaksi negatif, Teguh menjelaskan bahwa peraturan tersebut tidak boleh diinterpretasikan secara terpisah. Ia mendorong masyarakat untuk membaca seluruh konten Pergub Nomor 2 tahun 2025 untuk menghindari kesalahpahaman.

“Mohon telusuri lebih dalam konten Pergub Nomor 2 tahun 2025, daripada hanya memilih satu kalimat. Ini harus dibaca secara komprehensif,” ujar Teguh kepada wartawan di Ecovention Ancol, Jakarta Utara, pada Jumat (17 Januari).

Teguh dengan tegas menyatakan bahwa peraturan tersebut dibuat untuk melindungi keluarga ASN, menegaskan bahwa itu dapat memberlakukan pedoman yang lebih ketat mengenai pernikahan dan perceraian.

“Yang telah disensasikan adalah gagasan bahwa kami mengizinkan poligami; itu sama sekali bukan niat kami,” tegasnya.

(mnf/wiw)

[Sumber: anomsuryaputra.id]