Rektor UII Tegas Tolak Perguruan Tinggi Kelola Tambang: Sensitif dan Berbahaya
Menurut Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof. Fathul Wahid, pengelolaan bisnis pertambangan bukanlah tanggung jawab perguruan tinggi. Hal ini disampaikan sebagai tanggapan terhadap usulan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang ingin perguruan tinggi terlibat dalam mengelola lahan tambang.
Fathul menegaskan bahwa meskipun beberapa universitas di Indonesia memiliki ahli dalam bidang pertambangan, namun peran utama perguruan tinggi adalah dalam pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Mereka seharusnya tidak terlibat secara langsung dalam bisnis tambang.
Menurut Fathul, proses hilirisasi sebaiknya ditangani oleh pihak lain yang memiliki keahlian di bidang pertambangan. Keterlibatan perguruan tinggi dalam bisnis tambang dapat mengurangi kepedulian terhadap isu lingkungan dan mengancam posisi moral kampus.
Satria Unggul Wicaksana, Dosen Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya, juga menyoroti bahwa revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang memungkinkan perguruan tinggi mengelola izin usaha pertambangan dapat menciptakan konflik kepentingan. Peran perguruan tinggi seharusnya difokuskan pada riset dan pengembangan keilmuan, bukan pada orientasi profit dari pengelolaan tambang.
Selain itu, Sri Edi Swasono, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, juga mengungkapkan kekhawatirannya bahwa keterlibatan perguruan tinggi dalam bisnis pertambangan dapat mengaburkan tujuan utama perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan dan pengabdian masyarakat.
Secara keseluruhan, banyak kalangan berpendapat bahwa perguruan tinggi tidak seharusnya terlibat dalam pengelolaan tambang karena dapat menimbulkan konflik kepentingan, mengaburkan misi pendidikan, dan mengurangi perhatian terhadap isu lingkungan. Oleh karena itu, usulan agar perguruan tinggi terlibat dalam pengelolaan lahan tambang perlu dipertimbangkan secara mendalam.
Sumber: anomsuryaputra.id