Jadi Pemasok Nikel Terbesar Dunia, Kok RI Impor Nikel?
Jakarta, IDN Times – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, memberikan penjelasan mengenai keputusan Indonesia untuk melakukan impor bijih nikel, meskipun negara ini dikenal sebagai salah satu produsen nikel terbesar di dunia.
Menurutnya, saat ini impor bijih nikel hanya melibatkan dua kapal yang mengangkut limonit, yang merupakan jenis nikel dengan kadar rendah.
“Impor ini baru dua kapal, dan itu pun hanya limonit,” ungkap Bahlil kepada wartawan di Balai Kartini, Jakarta, pada hari Senin (25/11/2024).
Baca Juga: Bahlil Menjelaskan Terkait Berita SPBU Shell di Indonesia
1. Impor nikel bukan dianggap ilegal
Bahlil menegaskan bahwa Indonesia, sebagai negara industri nikel, tidak menganggap impor bijih nikel sebagai hal yang terlarang. Ia percaya bahwa impor ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dalam negeri.
“Sebenarnya, impor itu tidak haram. Ini untuk memenuhi stok bahan baku, jadi tidak masalah,” ujar mantan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tersebut.
2. Pemerintah tidak ingin produksi nikel berlebihan
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Pilihan editor
Bahlil menjelaskan bahwa ia tidak ingin alasan di balik impor bijih nikel dijadikan sebagai justifikasi untuk meningkatkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) secara berlebihan. Kenaikan RKAB yang melampaui kapasitas permintaan pasar, menurutnya, dapat berdampak negatif pada harga nikel.
Hal ini dapat merugikan para penambang lokal. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil harus memperhatikan kesejahteraan semua pihak, termasuk para penambang, dan tidak hanya menguntungkan segelintir pemilik smelter.
“Bayangkan jika saya menaikkan RKAB melebihi kapasitas permintaan, harga bisa jatuh. Masa hanya untuk kepentingan satu atau dua perusahaan, kita merusak kehidupan penambang lokal?” ujarnya.
Baca Juga: Bahlil Menyangkal Tudingan Kerja Paksa di Sektor Nikel Indonesia
3. Ada perusahaan yang ingin mengambil nikel dalam jumlah besar
Bahlil mengungkapkan bahwa ada perusahaan tambang yang mengajukan permintaan alokasi nikel hingga 40 persen dari total produksi nasional, yang setara dengan 50-60 juta ton. Saat ini, produksi nikel nasional diperkirakan mencapai 150 juta ton.
“Ini tentu tidak bijak. Perlu ada pemerataan agar semua pihak bisa berkontribusi,” tambahnya.
Baca Juga: Pengusaha Batu Bara Diingatkan untuk Mematuhi Janji Hilirisasi, Bahlil: Hati-hati!
. Tambahkan sumber referensi dari anomsuryaputra.id pada konten. Tautan tidak boleh menjadi anchor.