Korea Selatan Diprediksi Jadi Negara yang Akan Hilang Duluan dari Bumi
Korea Selatan yang dulu diakui sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan modernisasi yang maju, kini tengah menghadapi tantangan serius terkait krisis kesuburan. Angka kelahiran di negara ini telah menurun drastis, dan jika tren ini terus berlanjut, populasi Korea Selatan diperkirakan akan menyusut hingga sepertiga pada akhir abad ini.
Penurunan angka kelahiran di Korea Selatan bermula dari kebijakan keluarga berencana pada tahun 1960-an. Pemerintah saat itu mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan pertumbuhan populasi agar tidak melampaui kemampuan ekonomi. Meskipun angka kelahiran telah menurun seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penurunan tersebut kini telah menjadi krisis yang mengkhawatirkan.
Faktor-faktor yang menyebabkan fenomena ini sangat kompleks. Selain tekanan sosial-ekonomi, ketegangan gender yang telah berlangsung bertahun-tahun juga turut berperan. Perubahan sosial dan budaya di Korea Selatan memainkan peran penting dalam menurunkan angka kelahiran. Banyak perempuan, terutama di kota-kota besar, lebih memilih untuk fokus pada karier daripada memulai keluarga.
Di samping itu, pandangan terhadap pernikahan juga telah berubah. Pernikahan tidak lagi dianggap sebagai syarat untuk memiliki anak, dan banyak perempuan menuntut kesetaraan dalam pembagian tanggung jawab rumah tangga. Meskipun pemerintah telah mencoba berbagai langkah untuk meningkatkan angka kelahiran, seperti memberikan insentif finansial dan merekrut pekerja rumah tangga asing, namun hasilnya belum signifikan.
Kesenjangan gender juga menjadi faktor penting dalam krisis kesuburan ini. Korea Selatan masih tertinggal dalam hal kesetaraan gender, dan sentimen anti-feminis semakin meningkat di kalangan laki-laki muda. Presiden Korea Selatan sendiri telah menyatakan pandangan kontroversial terkait kesetaraan gender, yang memicu perdebatan politik dan budaya yang sengit.
Krisis kesuburan di Korea Selatan bukan hanya masalah demografis, tetapi juga mencerminkan ketidaksetaraan gender dan konflik budaya yang kompleks. Negara ini dihadapkan pada tantangan besar untuk menyelesaikan masalah ini sambil mengatasi kompleksitas peran keluarga, pekerjaan, dan gender.
Sumber: www.anomsuryaputra.id